Museum Mini Sisa Hartaku, Jejak Dahsyat Letusan Merapi Kala Itu

Ini adalah perjalanan kali ketiga saya ke kawasan lereng Gunung Merapi. Dan kunjungan kedua ke Museum Mini Sisa Hartaku. Tahun lalu, saya sengaja memacu sepeda motor seorang diri ke arah lereng Gunung Merapi. Bermodalkan Google Maps, saya dengan PD-nya menikmati hawa Yogyakarta hingga kawasan Merapi tanpa balutan jaket. Karena hawa Yogyakarta tidak pernah  membuat keringat saya beberhenti mengalir.

Kala itu tujuan saya sebenarnya adalah Museum Gunung Merapi, namun karena saat itu hari Senin maka Museum Gunung Merapi (MGM) sedang libur beroperasi. Akhirnya diperjalanan muter-muter saya, tanpa sengaja saya bertemu dengan Museum Mini Sisa Hartaku. Dan di pertengahan bulan Agustus 2019 lalu, saya kembali kesana bersama sahabat-sahabat saya.

Museum Mini Sisa Hartaku merupakan rumah warga korban erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 lalu. Masih ingat dengan tragedi bencana alam satu itu? kalau kamu perlu gali lebih dalam ingatanmu mungkin kamu bisa ingat ramainya pemberitaan wafatnya Mbah Maridjan (kuncen Gunung Merapi).

Saat status Gunung Merapi yang meningkat pada 25 Oktober 2010 lalu, warga yang berjarak 10 km dari Merapi harus dievakuasi ke pengungsian. Namun ada satu orang yang enggan meninggalkan kampung halamannya yaitu Mbah Maridjan (Ki Surakso Hargo). Beliau mendapatkan mandat dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk menjaga Gunung Merapi paling aktif di Jawa Tengah tersebut. Rupanya beliau benar-benar menjalankan amanahnya hingga beliau wafat pada tanggal 26 Oktober 2010 akibat hembusan awan panas yang menyerupai bulu-bulu domba atau akrab disebut Wedus Gembel oleh warga sekitar.

Kisah ini menggambarkan fenomena luar biasa yang dialami warga wilayah Jawa Tengah khususnya warga di kawasan lereng Gunung Merapi. Abu vulkanik menutup pekat beberapa wilayah kota dan kabupaten di Jawa Tengah kala itu. 200 orang meninggal dunia dan ratusan korban lainnya mengalami luka-luka. Fenomena ini tentu saja bisa dengan mudah kita temui jejak digitalnya  di berbagai situs online. Namun jika kamu ingin menemukan jejak nyata kiprah sang Legenda Gunung Merapi, kamu bisa meneguk hikmahnya secara langsung di Museum Mini Sisa Hartaku.



Museum ini merupakan rumah milik keluarga Pak Kimin dan Pak Riyanto yang teletak di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kec. Cangkringan, Kab. Sleman, Yogyakarta. Tepat pada 05 November 2010 pukul 12.05 WIB rumah keluarga Pak Kimin dan Pak Riyanto mendapat giliran dahsyatnya hembusan wedus gembel. Tak ada yang tersisa selain dinding rumah yang melepuh dan harta benda yang hangus.

Bukti waktu terjadinya erupsi yang menghanguskan rumah keluarga Pak Kimin dan Pak Riyanto
Satu tahun setelahnya semua harta benda yang telah hangus akibat muntahan Merapi dikumpulkan di tempat yang sama, hanya saja lebih tertata. Melihat sepeda motor yang hanya menyisakan kerangkanya, ternak yang tinggal tulang-belulang serta gelas dan botol yang meleleh, langsung terbayang betapa dahsyatnya muntahan Merapi kala itu.

Dari museum ini saya jadi tahu, bahwa pasalnya Merapi tak pernah ingkar janji. Ia pasti menepati janjinya untuk menumpahkan isi perutnya setiap empat tahun sekali. Di salah satu dinding bagian depan rumah, kita bisa jumpai tulisan "Coklat Valentin dari Kelud 14 Februari 2014". Tulisan ini bermakna dahsyatnya letusan Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur di tahun 2014 yang abunya hingga sampai di lereng Gunung Merapi.


Hanya layar TV yang tersisa

Baju yang hampir hangus

Kerangka kasur yang tersisa

Perabotan dapur yang tersapu abu

Cangkir yang tersapu abu

Kerangka ayam

Kerangka Motor

Pintu masuk rumah Pak Kimin

Ruang Tamu Rumah Pak Kimin

Al-Qur'an yang masih hampir utuh
Replikas rumah Pak Kimin dan Pak Riyanto sebelum terdampak bencana

Di antara dinding yang hangus dan perabotan yang meleleh itu kita bisa belajar betapa rapuhnya hidup dan manusia yang tak mempunyai daya upaya menandingi kuasa-Nya. Sebab, semua yang dikumpulkan bertahun-tahun bisa hilang hanya dengan satu sapuan awan panas. Benda-benda yang terkumpul di museum ini pun bukan hanya menunjukan nilai fungsinya namun juga nilai kenangannya.

Di dinding museum juga terpampang foto-foto dokumentasi saat kejadian dan tulisan-tulisan isi hati warga yang membuat hati tersayat. Saya yakin tujuan dari dibangunnya museum ini tak hanya untuk mengenang sebuah kejadian luar biasa, tapi juga agar kita mengambil pelajaran dari-Nya.







Komentar

Postingan Populer