Semerbak Aroma Sahang Dari Perbatasan Negeri



Pasca menempuh hampir 12 jam perjalanan menggunakan bis tua dari ibu kota Kalimantan barat menuju Kabupaten Sanggau. Perjalanan masih harus kami tepuh menggunakan mobil Pick Up dari jalan raya perbatasan menuju Dusun Puntikayan. Saya sengaja duduk di kabin depan, tidak sabar rasanya ingin bersebelahan untuk berbincang dengan sopir kami yang merupakan warga lokal, yg kutebak dari logat khas nya.

Di perjalanan, Matahari perlahan menampakkan sinarnya dari balik buki-bukit yang kami lalui sepanjang perjalanan. Semerbak aroma asing tiba-tiba menyeruak indra penciuman kami, aroma asing yang rasanya tak pernah ku hirup di perkotaan.


Jalan memasuki Dusun Puntikayan


***
Sudah sejak lama saya memimpikan untuk menginjakan kaki di tanah perbatasan negeri. Mendengar kisah dan masalah sosial yang dialami saudara-saudara kita di perbatasan negeri menjadi hal yang menarik untuk dapat saya saksikan secara langsung. Issue mengenai tipisnya jiwa nasionalisme, luas wilayah perbatasan yang sering kali samar, aktivitas transaksi ekonomi dengan negeri tetangga hingga tidak meratanya pembangunan tentu bukan lagi kabar kabur yang sering kita dengar.

Bulan Februari 2018 lalu, saya terpilih menjadi salah satu delegasi YOUCAN Social Expedition di Entikong, Kalimantan Barat. Sebenarnya ada dua pilihan lokasi Social Expedition kala itu, yaitu Sumba dan Entikong. Awalnya saya belum mengenal dimana letak Entikong itu berada saat melihat poster pendaftaran di akun @youcan.id. Setelah ngeuh bahwa Entikong merupakan wilayah perbatasann Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat. Tanpa pikir panjang, saya langsung memilih Entikong sebagai pilihan destinasi saya. Dibandingkan dengan Sumba, yang saat ini jelas sedang sangat happening sebagai salah satu destinasi impian para traveler,saya pribadi jauh lebih tertarik dengan issue di perbatasan negeri dibandingkan dengan pesona alam Sumba. (Bukan berarti saya gak kepengen ke Sumba loh ya. Kalo ada yg mau jadi sponsor sih, pengen buangettttttt :').

Tanggal 30 April - 05 Mei, adalah durasi kebersamaan saya dengan kawan-kawan baru saya, 23 delegasi lainnya yang mewakili dari hampir setiap pulau besar di Indonesia.
All Delegate YSE 2 Entikong

***  
Aroma pekat menyambut kami pagi itu. Aroma asing yang yang tak pernah ku hirup sebelumnya.  

Mobil Pick Up membawa kami menelusuri jalan sepanjang Desa Nekan. Tampak hamparan butiran hitam di sepanjang jalan Desa tengah disemai warga di tepi jalan di bawah sinar matahari pagi yang belum terik.
"Itu merica hitam, Pak?", tanyaku antusias.
"Kalau disini kami menyebutnya, Sahang", jawab Bapak.

Ku pikir aroma pekat ini tak sepenuhnya berasal dari sahang, tampak puluhan ekor babi menyambut kami memasuki Dusun Puntikayan, sedang menikmati sarapan pagi. Ku hitung hanya yang berada di lapangan saja, tak termasuk di halaman rumah warga dan jalanan desa. Hampir 30 ekor banyaknya!
Disambut para babi

***
Sahang atau merica hitam, setahuku lebih akrab dengan kudapan Eropa atau luar Indonesia. Setahuku sih, entah aku yg memang kurang gaul, hehe. Tak disangka, ternyata sahang merupakan komoditas unggulan Kalimantan Barat. Walaupun setahuku sahang tak begitu banyak melengkapi komposisi kuliner Indonesia.

Dari pak sopir yang mengantar kami, barulah saya tahu bahwa sahang adalah komoditas yang paling unggul diantara komoditas lainnya seperti karet, ubi dan jagung di Entikong. Sehingga sebagian besar warga di wilayah perbatasan Entikong mengantungkan hidupnya dari bertani sahang.
Seorang Bapak sedang menjemur sahang yang baru dipanen dari ladang


Bisa dibilang hampir seluruh pasokan sahang atau merica hitam di Indonesia berasal dari Entikong dan wilayah Kalimantan Barat. Tak hanya Indonesia tapi sahang di ekspor hingga ke luar negeri. Apalagi ke negeri tetangga, tentulah menjadi pilihan yang lebih menggiurkan. Karena ketimbang menjual hasil panen lada ke Ibu Kota terdekat di Kalimantan Barat, masyarakat lebih memilih untuk menjualnya ke Malaysia. Hal itu terjadi karena di samping jaraknya yang lebih dekat, harga jual hasil panen di Malaysia juga lebih mahal dibandingkan di wilayah Kalimantan Barat. Selain itu infrastruktur jalan dan sarana angkutan dari daerah perbatasan menuju kota terdekat masih sangat terbatas. Sementara jika dibawa ke Sarawak jaraknya sangat dekat sehingga biayanya lebih efisien.

Namun yang saya sayangkan, kami hanya bisa melihat proses pertanian sahang hanya di hulu. Tak hanya sahang, tapi juga komoditas lainnya. Proses penanaman sahang bisa dengan mudah kita saksikan di ladang-ladang sepanjang wilayah perbatasan, namun hanya hingga tahap penjemuran dari biji-biji hijau kemerah-merahan lalu dijemur hingga menghitam dan penjualan ke pihak pengepul yang dapat kami saksikan. Kami tak menjumpai bagaimana proses pertanian sahang di hilir, minimal menjadi barang setengah jadi atau dijual dengan pengemasan modern yang dapat meningkatkan harga jual sahang di pasaran. Masyarakat sebatas puas dengan penghasilan menjual sahang sebagai bahan mentah.
Karet merupakan komoditas lain selain sahang, di Entikong

Andai masyarakat Entikong paham bagaimana mengolah potensi alam mereka. Saya yakin mereka sangat mampu berdaya dengan segala keterbatasan yang mereka alami. Anak-anak Entikong mampu menggunakan pakaian sekolah yang layak, dengan fasilitas pendidikan yang cukup, dengan tenaga pengajar yang lengkap. Warga yang sakit tak lagi harus jauh ke luar desa untuk mengakses fasilitas kesehatan.
Lima hari pengabdian saya di Entikong, saya belajar banyak bagaimana hidup sederhana, persaudaraan yang lekat dan gotong royong khas warga Entikong. Walau besar sekali harapan saya, kepada mereka dan kepada diri saya pribadi. Mampu meningkatkan taraf hidup mereka dari hidup yang sederhana menuju taraf hidup yang lebih istimewa.
***
Nantikan mood saya kembali baik untuk menceritakan pengalaman saya selama di Entikong yang belum saya bagi kepada kamu. Kepada kau anakku di masa depan. Dan kepada diriku yang pelupa jika tak dituangkan dalam tulisan. Aku belum membagimu cerita tentang babi-babi yang selalu membangunkan kami di pagi hari :) 

Komentar

Postingan Populer